Jamaah Tauhid Wal Jihad
  Majalah 2
 

Hukum Berloyalitas

Terhadap Kaum Musyrikin

(1)

Berloyalitas dalam bahasa Arabnya adalah Al Wala atau muwaalah yang diambil dari kata al walyu yang berarti ad dunuww atau al qurbu yang bermakna dekat. Dan al wala ini memiliki banyak makna yang berdekataan, di antaranya al mahabbah (kecintaan), an nushrah (pemberian bantuan dan dukungan), al mutaba’ah (sikap mengikuti), dan al muwaafaqah (sikap setuju) sebagaimana yang dijelaskan Ibnul Atsir dalam kitab An Nihayah.

          Allah melarang orang muslim berwala dengan orang kafir sebagaimana firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :

* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#räÏ­Gs? yŠqåkuŽø9$# #t»|Á¨Z9$#ur uä!$uÏ9÷rr& ¢ öNåkÝÕ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 `tBur Nçl°;uqtGtƒ öNä3ZÏiB ¼çm¯RÎ*sù öNåk÷]ÏB 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïôgtƒ tPöqs)ø9$# tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÎÊÈ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai pemimpin, sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Dan siapa yang tawalliy kepada mereka di antara kalian maka sesungguhnya ia termasuk golongan mereka, maka sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zhalim” (QS. Al Maaidah [5] : 51)

 

Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#räÏ­Gs? tûïÍÏÿ»s3ø9$# uä!$uŠÏ9÷rr& `ÏB Èbrߊ tûüÏZÏB÷sßJø9$#

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang kafir sebagai auliya dengan meninggalkan kaum mukminin…” (QS. An Nisaa [4] : 144)

Dan Allah meniadakan iman dari orang yang menjalin kasih sayang dengan orang-orang kafir, sebagaimana firman-Nya:

žw ßÅgrB $YBöqs% šcqãZÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# šcrŠ!#uqムô`tB ¨Š!$ym ©!$# ¼ã&s!qßuur öqs9ur (#þqçR%Ÿ2 öNèduä!$t/#uä ÷rr& öNèduä!$oYö/r& ÷rr& óOßgtRºuq÷zÎ) ÷rr& öNåksEuŽÏ±tã

 “Engkau tidak mungkin mendapatkan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka itu ayah-ayah mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka atau karib kerabatnya…” (QS. Al Mujaadilah [58] : 22)

          Jadi loyalitas hanya boleh diberikan kepada orang-orang yang beriman, sedangkan orang kafir hanyalah diberi sikap bara’ (keberlepasan diri).

          Adapun hukum berloyalitas kepada orang-orang kafir adalah  minimal haram berdasarkan ijma para ulama yang berlandaskan Al Qur'an dan As Sunnah.  Perlu diperhatikan bahwa bentuk loyalitas ini ada yang mengeluarkan dari Islam dan sering disebut muwaalah kubra (tawalliy), dan ada pula yang “hanya” berupa dosa besar yang tidak mengeluarkan dari Islam dan lebih sering disebut muwaalah shughra.

I.             Muwaalah Kubra

          Muwaalah kubra adalah loyalitas yang mengeluarkan pelakunya dari Islam, dan ini ada empat macam :

1.Mencintai atau bangga atau mengidolakan atau mengagumi orang  kafir karena alasan ajaran kafirnya.

Seperti orang yang mencintai atau membanggakan  si fulan karena dia seorang demokrat sejati, atau mencintai/mengagumi si fulan karena dia anggota DPR/MPR, mencintai si fulan karena dia seorang Pancasilais, atau mencintai si fulan karena dia seorang Nasionalis, atau bangga dengan hakim atau jaksa fulan karena dia komitmen dengan KUHP, atau bangga dengan anaknya yang menjadi polisi karena dia aparat penegak hukum buatan, dan lain sebagainya.

          Dan dalilnya adalah firman Allah ta’alaa:” Barangsiapa kafir kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka dia telah memegang ikatan tali yang sangat kokoh yang tidak akan putus.” (Al Baqarah:256).

Dan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam : “Siapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan dia kufur kepada segala yang diibadati selain Allah, maka haram darah dan hartanya, sedangkan perhitungannya atas Allah[HR. Muslim]

Dan ijma yang dikatakan Syaikh Sulaiman Ibnu ‘Abdillah Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalam kitab beliau Taisir Al ’Aziz Al Hamid : “Sekedar mengucapkan Laa ilaaha illallaah tanpa mengetahui maknanya dan tanpa mengamalkan konsekuensinya berupa komitmen dengan tauhid, meninggalkan segala bentuk syirik akbar dan kafir terhadap thaghut maka pengucapan Laa ilaaha illallaah-nya tersebut tidak bermanfaat berdasarkan ijma para ulama”.

Di dalam ayat, juga hadits serta ijma para ulama ini orang dianggap muslim bila kufur kepada thaghut, termasuk di antaranya  yaitu ajaran syirik dan kekafiran. Sedangkan di antara makna kufur kepada thaghut adalah membenci segala kemusyrikan, sedangkan orang-orang di atas tadi justeru mencintai ajaran syirik tersebut, sehingga batallah keIslaman macam orang ini. Sedang Komunisme, Nasionalisme, Demokrasi, KUHP dan isme-isme sejenisnya adalah merupakan paham-paham  syirik dan kekufuran.

 

2.Membantu orang-orang musyrik untuk menghancurkan kaum muslimin.

          Orang yang bergabung secara aktif di lapangan ataupun berperan di belakang layar dengan orang-orang musyrik dalam rangka menindas dan membungkam kaum muslimin, maka telah batal keIslamannya, seperti orang-orang yang bergabung dengan pasukan Salibis pimpinan Amerika Serikat untuk menghancurkan Negara Islam Thaliban, atau Pemerintah Saudi yang telah membantu Amerika Serikat saat menggempur Negara Islam Thaliban, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

4 `tBur Nçl°;uqtGtƒ öNä3ZÏiB ¼çm¯RÎ*sù öNåk÷]ÏB

“…Barangsiapa yang tawalliy kepada mereka di antara kalian, maka sesungguhnya dia adalah bagian dari mereka…” (QS. Al Maidah [5] : 51)

Para ulama menjelaskan tentang makna ayat ini, yaitu barangsiapa membantu orang kafir dalam memerangi kaum muslimin maka dia kafir sama dengan mereka.

Bantuan yamg diberikan itu bisa berbentuk apa saja, baik itu doa, lisan, atau tulisan, atau harta atau fisik. Allah telah mengkafirkan orang yang membantu orang kafir dalam memerangi kaum  muslimim dengan sekedar doa, sebagaimana yang Allah ceritakan di dalam firman-Nya ta’alaa:

“Dan bacakan kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Taurat), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti syaitan (sampai ia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.” (al A’raf:174)

Ayat ini turun berkenaan dengan seorang ulama yang ahli ibadah di zaman Banu Israil yang bernama Bul’am, di mana dia itu mengetahui Nama Allah Yang Paling Agung. Ibnu Abi Thalhah berkata dari Ibnu Abbas: Tatkala Musa 'alaihis salam  mendatangi kaum Jabbarin, karib kerabat Bul’am datang kepadanya dan terus berkata: Sesungguhnya Musa ini adalah orang keras dan memiliki banyak tentara, dan bila dia menguasai kita tentu dia membinasakan kami, maka berdoalah engkau kepada Allah agar menghalangi Musa dan pasukannya dari kami.” Bul’am berkata: Bila saya berdoa tentulah lenyap dunia dan akhirat saya.” Dan mereka terus membujuknya sampai akhirnya dia  mendoakan keburukan bagi pasukan Musa, maka Allah-pun melepaskan dia dari apa yang selama ini dimilikinya, dan itulah firman-Nya ta’ala” kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti syaitan (sampai ia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.”

Dan termasuk bantuan lisan adalah apa yang dilakukan ulama suu’ dan para du’at jahat yang mengatakan bahwa para thaghut murtad dan ansharnya yang memerintah kaum muslimin di negeri ini dan di negeri kaum muslimin lainnya adalah ulil amri yang wajib ditaati sedangkan kaum muwahhidin yang membangkang kepadanya adalah bughat atau khawarij yang harus diberantas. Para ulama dan du’at suu’ ini adalah telah tawalli kepada orang-orang kafir. Bahkan mereka itu lebih berbahaya terhadap umat islam daripada polisi dan tentara thaghut yang membela dengan fisik dan senjatanya, karena para du’at dan ulama suu’ itu berbicara atas nama dienul islam dan dalil yang menyesatkan umat, sedangkan para tentara dan polisi mereka itu bertindak atas nama dunia (gaji).

 Dan termasuk  tawalli macam ini adalah menjadi intel dan mata-mata untuk kepentingan pemerintah kafir yang memata-matai gerakan islam dan para du’at tauhid, atau memberikan laporan tentang pergerakan islam kepada pemerintah thaghut.

          Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata saat menyebutkan di antara pembatal keIslaman : “Membantu kaum musyrikin untuk menghancurkan kaum muslimin”.

Perlu diingat bahwa di antara makna kufur kepada thaghut adalah memusuhi orang-orang kafir, sedangkan orang yang membantu thaghut dalam membungkam kaum muwahhidin atau mujahidin adalah telah melakukan kebalikan dari sikap kafir kepada thaghut, sehingga dia batal keislamannya. Allah ta’ala berfirman:”Seandainya mereka beriman kepada Allah, Nabi dan Al Kitab, tentulah mereka tidak menjadikan orang-orang kafir itu sebagai auliya (pemimpin).”(Al Maidah:81).

Sedangkan tawalli macam ini adalah sebagai bentuk menjadikan kaum kafir sebagai pemimpin, dan Allah ta’ala telah meniadakan iman dari orang yang berbuat demikian.

Bersambung ke idisi berikutnya.


Hukum Berloyalitas

Terhadap Kaum Musyrikin

2

Diantara tawalli kepada kaum musyrikin adalah:

3. Menampakkan sikap setuju dengan kekufuran atau kemusyrikan

Al Imam Sulaiman Ibnu Abdillah Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata: Sesungguhnya orang bila menampakkan kepada kaum musyrikin sikap setuju terhadap Dien (ajaran/hukum/undang-undang/ideologi/falsafah) mereka karena rasa takut terhadap mereka dan sikap lembut serta basa-basi terhadap mereka demi menghindari kejahatannya, maka sesungguhnya dia itu adalah kafir seperti mereka walaupun dia itu membenci dien (ajaran/hukum/undang-undang/ideologi/falsafah) mereka dan membenci diri mereka dan walaupun dia itu mencintai islam dan kaum muslimin.” (Ad Dalaail, Majmu’atut Tauhid:165). Kemudian beliau mengutarakan 21 dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah.

Al Imam Asy Syaikh Hamd Ibnu ‘Atiq rahimahullah berkata: Bahwa orang muslim menampakkan ketaatan dan persetujuan kepada kaum musyrikin tanpa dipaksa maka dia itu menjadi orang murtad yang keluar dari dienul islam walaupun dia itu bersyahadat laa ilaaha illallaah dan melaksanakan rukun islam yang lima, maka sesungguhnya hal itu adalah tidak bermanfa’at baginya.(Sabilun Najah Wal Fikak Min Muwalatil Murtaddin Wa Ahlil Isyrak, Majmu’atut Tauhid: 202).

Al Imam Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam menjelaskan surat Az Zumar ayat 64-67: Bahwa orang muslim bila mentaati orang yang menyuruhnya (kepada kekafiran) secara dhahir (saja) maka dia itu kafir, walaupun batinnya meyakini al iman, karena sesungguhnya kaum musyrikin itu tidak menginginkan dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam perubahan keyakinannya. Dan di dalam ayat ini ada penjelasan terhadap apa yang sering terjadi dari kalangan orang-orang yang mengaku islam (yaitu) dalam sikap (mereka) menampakan persetujuan terhadap kaum musyrikin karena takut kepada mereka, dan dia mengira bahwa dia itu tidak menjadi kafir bila hatinya membenci hal itu.(Majmu Mu’allafat Asy Syaikh  Muhammad Ibni Abdil Wahhab 2/256).

         Orang yang di hadapan thaghut menampakkan sikap setuju terhadap kekafiran dengan alasan basa-basi atau takut atau ingin dunia, maka dia kafir (kecuali bila dipaksa), meskipun meyakini bathilnya hal itu, membencinya, dan membenci para pelakunya serta cinta dengan Tauhid dan para muwahhid.

          Seperti saat ujian siswa memuji Pancasila, demokrasi, Undang Undang Dasar 1945, dan lain-lain. Atau kagum dengannya atau bangga dengannya demi mendapatkan nilai ujian, maka dia itu kafir meskipun benci akan hal-hal itu dan para pendukungnya serta cinta kepada Tauhid dan kaum muwahhidin.

          Seperti itu pula orang yang ingin membuat sekolahan yang disamakan dengan sekolahan thaghut, sedangkan thaghut mensyaratkan adanya mata pelajaran falsafah syirik (mis. PPKN) lalu mereka menerima syarat itu, maka hukumnya sama saja. Dalilnya  Firman-Nya Subhaanahu Wa Ta'aalaa :

¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#rs?ö$# #n?tã OÏdÌ»t/÷Šr& .`ÏiB Ï÷èt/ $tB tû¨üt7s? ÞOßgs9 yßgø9$#   ß`»sÜø¤±9$# tA§qy öNßgs9 4n?øBr&ur óOßgs9 ÇËÎÈ šÏ9ºsŒ óOßg¯Rr'Î/ (#qä9$s% šúïÏ%©#Ï9 (#qèdÌx. $tB š^¨tR ª!$# öNà6ãèÏÜãZy Îû ÇÙ÷èt/ ÌøBF{$# ( ª!$#ur ÞOn=÷ètƒ óOèdu#uŽó Î)

“Sesungguhnya orang yang kembali ke belakang setelah jelasnya petunjuk bagi mereka, maka syaitan mempermudah mereka (untuk berbuat dosa) dan memperpanjang angan-angan mereka. Yang demikian itu disebabkan sesungguhnya mereka mengatakan kepada orang-orang yang benci terhadap apa yang telah Allah turunkan : “Kami akan mematuhi kalian dalam sebagian urusan ini”, sedangkan Allah mengetahui rahasia mereka.” (QS. Muhammad [47] : 25-26)

          Bahkan bila dia berjanji dusta untuk memenuhi syarat itu terhadap thaghut, tetap hukumnya sama saja, karena orang yang menjanjikan kekafiran walaupun dia itu bohong adalah kafir juga, sebagaiman Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

* öNs9r& ts? n<Î) šúïÏ%©!$# (#qà)sù$tR tbqä9qà)tƒ ÞOÎgÏRºuq÷z} tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. ô`ÏB È@÷dr& É=»tGÅ3ø9$# ÷ûÈõs9 óOçFô_Ì÷zé&  Æy_ã÷uZs9 öNä3yètB Ÿwur ßìÏÜçR óOä3ŠÏù #´tnr& #Yt/r& bÎ)ur óOçFù=Ï?qè% ö/ä3¯RuŽÝÇYuZs9 ª!$#ur ßpkôtƒ öNåk¨XÎ) tbqç/É»s3s9 ÇÊÊÈ

“Apakah engkau tidak melihat orang-orang munafiq, dimana mereka mengatakan kepada saudara-saudara mereka yang kafir dari kalangan Ahlul Kitab : “Bila kalian diusir, sungguh kami akan keluar bersama kalian dan kami tidak mentaati seorangpun selama-lamanya dalam hal yang merugikan kalian, dan bila kalian diperangi, maka sungguh kami akan membantu kalian”, sedangkan Allah bersaksi sesungguhnya mereka benar-benar dusta”. (QS. Al Hasyr [59] : 11)

Orang-orang munafiq di dalam Islam dihukumi muslim secara dhahir. Dalam ayat ini mereka berjanji untuk membantu orang-orang Yahudi dalam memerangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, dan Allah memvonis mereka kafir padahal janji mereka itu dusta, maka apa gerangan dengan janji yang  jujur ? (lihat Ad Dalaail, Majmu’atut Tauhid:173). Begitu pula dengan orang yang menampakkan sikap setuju dengan demokrasi dan yang lainnya. Sedangkan semua partai yang ikut di dalam demokrasi, tidaklah bisa menjadi ikut sebagai kontestan di dalam pemilu kecuali dengan menyetujui demokrasi sebagai jalan yang harus diikuti. Dan begitu juga orang tidak bisa duduk menjadi anggota parlemen kecuali dengan menyetujui demokrasi kafir ini. Dan perlu diketahui bahwa di zaman orde baru di antara syarat yayasan bisa berdiri adalah bahwa harus menjadikan pancasila kafir sebagai azas yayasan tersebut, sedangkan ini adalah tawalli kepada thaghut tanpa paksaan.

4. Mengikuti kaum musyrikin dalam kemusyrikannya.

          Meyakini bahwa suatu perbuatan itu syirik atau kufur belumlah cukup, akan tetapi harus meninggalkannya. Orang yang mengetahui bahwa demokrasi itu syirik, akan tetapi karena alasan takut atau yang lainnya (kecuali dipaksa) mengikuti sistem demokrasi dan ia ikut di dalam demokrasi, maka dia telah keluar dari Islam. Kebencian terhadap sistem syirik dan para pelakunya serta kecintaannya terhadap Tauhid dan kaum muwahhidin tidaklah berarti bila dia mengikuti ajaran syirik tersebut.

Orang tidak bisa menjadi anggota parlemen kecuali dengan mengikuti demokrasi itu, dan orang tidak menjadi aparat penegak hukum thaghut kecuali dengan mengikuti hukum thaghut itu sendiri, serta partai-partai yang masuk di dalam kencah demokrasi tidaklah masuk kecuali dengan mengikuti sistim demokrasi itu sendiri, sedangkan itu adalah tawalli kepada kaum musyrikin. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#rs?ö$# #n?tã OÏdÌ»t/÷Šr& .`ÏiB Ï÷èt/ $tB tû¨üt7s? ÞOßgs9 yßgø9$#   ß`»sÜø¤±9$# tA§qy öNßgs9 4n?øBr&ur óOßgs9 ÇËÎÈ šÏ9ºsŒ óOßg¯Rr'Î/ (#qä9$s% šúïÏ%©#Ï9 (#qèdÌx. $tB š^¨tR ª!$# öNà6ãèÏÜãZy Îû ÇÙ÷èt/ ÌøBF{$# ( ª!$#ur ÞOn=÷ètƒ óOèdu#uŽó Î) ÇËÏÈ y#øs3sù #sŒÎ) ÞOßg÷F©ùuqs? èps3Í´¯»n=yJø9$# šcqç/ÎŽôØtƒ óOßgydqã_ãr öNèdt»t/÷Šr&ur ÇËÐÈ šÏ9ºsŒ ÞOßg¯Rr'Î/ (#qãèt7¨?$# !$tB xÝyór& ©!$# (#qèdÌŸ2ur ¼çmtRºuqôÊÍ xÝt7ômr'sù óOßgn=»yJôãr& ÇËÑÈ

“Sesungguhnya orang yang kembali ke belakang setelah jelasnya petunjuk bagi mereka, maka syaitan mempermudah mereka (untuk berbuat dosa) dan memperpanjang angan-angan mereka. Yang demikian itu disebabkan sesungguhnya mereka mengatakan kepada orang-orang yang benci terhadap apa yang telah Allah turunkan : “Kami akan mematuhi kalian dalam sebagian urusan ini”, sedangkan Allah mengetahui rahasia mereka. Maka bagaimana keadaanya bila mereka itu diwafatkan oleh malaikat seraya malaikat itu memukuli wajah dan punggung mereka ? Yang demikian itu dikarenakan mereka itu telah mengikuti apa yang membuat Allah murka dan mereka membenci apa yang mendatangkan ridha-Nya, maka Allah hapuskan amalan-amalan mereka” (QS. Muhammad [47] : 25-28)

 

          Bila saja orang yang mengikuti apa yang membuat murka Allah telah divonis murtad oleh-Nya, maka apa gerangan dengan banyaknya orang yang  berposisi sebagai bawahan mengatakan kepada masyarakat “Kami hanya menjalankan tugas” setelah sang pejabat atasan membuat undang-undang kafir  kemudian si bawahan itu melaksanakannya

          Bila orang yang akan taat dalam sebagian kekafiran adalah  Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memvonisnya sebagai orang murtad, maka apa gerangan dengan thaghut, anshar thaghut dan banyak PNS yang mengatakan di dalam sumpahnya:”….akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah………saya akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku….”:

Juga anak-anak sekolahan yang  mengikuti pelajaran falsafah syirik dengan alasan mengikuti proses pembelajaran dan berkata : “Karena jika tidak (ikut), maka kami tidak akan lulus”.

Ini semua adalah termasuk tawalli.

Berikutnya adalah:

II.    Muwaalah Shughra

          Ini adalah sikap loyalitas yang tidak mengeluarkan dari Islam.

          Batasannya adalah : Setiap perbuatan yang menyebabkan penghormatan dan penghargaan terhadap orang-orang kafir dengan syarat (tetap, ed)  membenci mereka, memusuhi mereka, dan mengkafirkan mereka, serta tidak tawalliy kepada mereka. Adapun contoh-contohnya adalah sebagai berikut :

·         Mempersilahkan mereka untuk duduk di tempat jajaran depan dalam majelis.

·         Memuliakan mereka

·         Pemimpin mengangkat mereka sebagai ketua atau kepala yang membawahi kaum muslimin.

·         Menziarahi mereka dalam rangka bercengkrama.

·         Menjadikan mereka sebagai pekerja, supir dan pembantu di rumah, apalagi di Jazirah Arab.

·         Memulai mengucapkan salam atau ucapan selamat terhadap mereka.

·         Mengucapkan selamat kepada mereka atas hari-hari bahagianya, maksudnya perayaan-perayaan mereka  yang bersifat duniwi. Adapun hari-hari bahagia dien mereka, maka ucapan selamat terhadapnya merupakan kekafiran, karena hal itu adala menunjukan keridlaanmu terhadap dien mereka.

Adapun status hukumnya adalah dosa besar, dan adapun dalilnya maka adalah hadits shahih riwayat Al Imam Ahmad bahwa Umar Ibnul Khaththab radliyallaahu 'anhu mengingkari Abu Musa Al Asy’ari radliyallaahu 'anhu  saat mengangkat orang nasrani sebagai juru tulisnya dan Umar membacakan firman Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa:

* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#räÏ­Gs? yŠqåkuŽø9$# #t»|Á¨Z9$#ur uä!$uÏ9÷rr& ¢

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai pemimpin.”(Al Maidah:51).

          Dikecualikan dari status hukum ini  di antaranya adalah

Mengunjungi mereka untuk mendakwahi mereka berdasarkan hadits shahih dari hadits Said Ibnu Musayyib dari ayahnya bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menziarahi Abu Thalib untuk mendakwahinya. Dan beliau juga menjenguk anak seorang Yahudi yang sakit untuk beliau dakwahi sebagaimana dalam riwayat Al Imam Ahmad.

 Dan boleh dalam keadaan dlarurat, bila kaum muslimin mendatangkan para tukang (pekerja) yang kafir karena  tidak ada orang muslim yang mampu dalam hal ini.

          Bila orang kafir mengucapkan salam, maka cukup dijawab “wa’alaikum”. Mengucapkan “Assalamu’ala manit taba’il huda” kepada orang kafir adalah dibolehkan. Menyambut uluran tangan orang kafir boleh saja, sedangkan amanah, utang, janji, dan jual beli harus ditunaikan meskipun terhadap orang kafir harbiy sekalipun. (Alhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin)

 

 

 

 
 
  Today, there have been 17 visitors (24 hits) on this page!  
 
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free